Oleh: disuyatno | Maret 13, 2012

Negara Piranti Pasar

Jika Negara Jadi Peranti Pasar
Oleh SUYATNO

FLUKTUASI nilai tukar rupiah dan masalah harga bahan bakar minyak (BBM) akhir-akhir ini, mempertontonkan bahwa posisi negara (pemerintah) telah menjadi piranti (komponen) pasar. Buktinya, alasan yang dipakai pemerintah untuk menjelaskan keduanya sangat mendasarkan diri pada alasan pasar. Negara butuh nilai dolar guna membayar utang-utangnya dan transaksi lain. Harga minyak dinaikkan karena harga tingkat dunia (pasar) sudah lebih mahal.

Sebagai komponen pasar negara bisa berada dalam dua posisi berbeda. Dia bisa menjadi penjaga pasar dan sekaligus menjadi saudagar. Sebagai penjaga ia harus mengamankan situasi pasar agar tetap berlangsung transaksi dengan baik di pasar. Artinya penjual dan pembeli bisa secara leluasa untuk melakukan proses jual-beli.

Sebagai saudagar negara adalah saudagar besar dengan sejumlah pekerja ekonomi. Saudagar yang siap untuk berbinis ditengah hiruk-pikuk tawar-menawar dan jual-beli. Negara akan mengikuti segala yang diinginkan para saudagar lain di pasar. Termasuk nilai tukar uang sangat dilandasi pilihan pada uang yang laris di pasaran yakni dolar. harga minyak harus dinaikkan karena pasar di luar sudah memakai harga yang jauh lebih tinggi. Tak peduli apakah rakyatnya bisa membeli atau tidak. Pokoknya di luar harganya sudah mahal. Sebagai saudagar yang tidak ingin merugi dalam bisnisnya di pasar tentu akan segera mengikuti menaikkan harga.

Mekanisme pasar

Berbicara tentang negara sebagai komponen pasar bisa dimengerti dengan melihat pasar yang biasa kita datangi sehari-hari. Meski ada beberapa perbedaan tapi beberapa hal umum bisa kita persandingkan. Ada penjual, ada pembeli dan tentunya ada barang dagangan atau jasa. Berikut ada pula satpamnya.

Pasar dalam pembicaraan ini dimaknai sebagai berlakunya transaksi jual-beli. Meskipun tidak berujud kios yang berjajar. Tanpa pembeli yang lalu lalang di situ. Atau tidak ada sampah menggunung di tepinya, sebagaimana dijumpai di pasar-pasar sekitar rumah. Namun ada yang menawarkan barang atau jasa. Ada pula yang membutuhkannya untuk memperolehnya dengan mengeluarkan uang disitulah pasar. Di situ ada penjual yang memiliki sejumlah komoditi yang siap dibelanja oleh sejumlah calon pembeli.

Negara adalah salah satu bagian yang berada di tengah-tengah pasar. Jadi pasar di sini bisa saja terlihat lebih luas dari negara itu sendiri. Pasar dapat meliputi wilayah internasional. Melintasi batas-batas sebuah negara (Mas’oed,2004). Seperti terlihat dengan mudah didapat barang yang sebenarnya dibuat di Amerika sekalipun di sekitar tempat tinggal kita karena pasar ini.

Dalam pasar hanya dikenal untung atau rugi di satu sisi dan terpenuhinya kebutuhan di sisi lain. Dorongan ini akan melahirkan sebuah harga. Negara sebagai komponennya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi hal ini. Satu barang harus dibayar dengan sejumlah uang. Bila barang tersedia banyak sementara yang membeli sedikit, maka harga akan murah.

Sebaliknya barangnya sedikit yang beli banyak, maka harga akan mahal. Sehingga akan nampak seberapa barang yang diperlukan dan seberapa banyak barang itu mampu disediakan. Negara akan membuat harga yang tidak merugikannya.

Untuk mewujudkan keduanya uang menjadi alat utama. Maka kehidupan negara sebagai komponen pasar akan sangat tergantung pada uang. Sebagai satuan hitung di pasar, uang yang disepakati paling menguntungkan dan memudahkanlah yang akan dipakai. Maka uang itu akan menjadi ukuran alat bayar paling laris digunakan. Meski saudagar punya uang sendiri yang lain dengan di pasar, ia harus menukarkannya. Tentu ukurannya menjadi lebih rendah. Itulah yang dialami rupiah terhadap nilai dolar.

Siapa penjual dan siapa pembeli dalam pasar seperti ini? Para penjual adalah para pemilik modal besar. Mereka yang memiliki uang banyak. Dengan uangnya bisa membeli barang dalam jumlah besar dan lantas menawarkannya kepada orang lain guna mencari untung. Barang yang dimilikinya bisa jauh melebihi jumlah kebutuhan untuk dipakai sendiri. Atau mereka punya barang yang berlimpah. Meski tidak punya banyak uang tetapi barang yang dimilikinya sangat banyak. Misal Indonesia punya banyak sekali kayu, karena hutan lebatnya cukup luas. Bisa dijual ke luar negeri. Indonesia menjadi penjual kayu. Penjual ini bisa berujud negara, bisa lembaga bisnis atau pun sesorang sebagai individu yang kaya-raya. Perusahaan multinasional misalnya, ternyata menjual banyak barangnya di negara ini.

Para pembeli adalah rakyat atau negara yang butuh barang atau jasa. Untuk kebutuhan hidupnya rakyat membeli minyak. Untuk menjalankan usahanya, negara mengimpor barang atau jasa dari negara lain. Ternyata masyarakat dari lapisan bawah hingga atas telah menjalankan posisinya menjadi pembeli yang baik bagi sejumlah barang.

Sebagai penjaga

Negara tidak selamanya menjadi saudagar di pasar. Kadang dia bertindak hanya sebagai penjaga saja (watchdog). Posisi ini dilakukan bila negara merasa tidak mampu untuk menangani suatu bisnis. Maka mengundang sudagar lain termasuk dari luar untuk berbisnis. Agar banyak yang mau diajak bekerja sama, maka penjaga harus menjaga suasana kondusif bagi saudagar-saudagar itu. Keamanan dan kenyamanan menjadi tugas utama bagi seorang penjaga. Bukti nyata sering didengar adanya usaha mengundang para investor. Atau diupayakan agar investor tidak pergi. Semua itu menunjukkan negara berperan sebagai penjaga pasar.

Negara berusaha keras agar syarat kondisi pasar harus aman bisa terpenuhi. Saudagar yang ada tidak direcoki oleh para preman atau centeng pasar liar. Tidak dimintai sumbangan ini dan itu. Karena bila semua itu terjadi maka saudagar tidak akan merasa mendapat keuntungan. Mereka akan pindah ke bagian pasar lain yang lebih menguntungkan. Pasar sebelumnya tentu akan sepi dan tidak bertahan..

Sering bahkan penjual ini dimanjakan. Disamping agar bertahan, negara juga merasa sesama saudagar. Harapannya ditempat lain negara juga mendapat perlakuan yang sama. Atau akan mendapat pembagian keuntungan dari bisnisnya disamping bayaran sebagai penjaga.

Sementara menjaga pembeli agar tidak pergi tidak banyak dilakukan. Toh pembeli pasti akan butuh dan membeli kecuali tidak ingin bertahan hidup. Karena rakyat membeli untuk hidupnya. Bagi negara biarpun harga minyak dinaikkan, karena terdesak kebutuhan untuk hidupnya rakyat pasti akan membeli. Pembeli hampir bisa dipastikan akan datang dan datang lagi. Mereka meski terpaksa tidak akan meninggalkan pasar untuk membeli. Yang penting negara tidak rugi di pasar. Rugi artinya bisa berakibat bangkrut. Itu yang katanya tidak boleh terjadi.

Sebagai saudagar

Negara pun bisa ikut bermain menjadi penjual (saudagar). Sebagai saudagar ia memiliki banyak rekanan dan lawan berbisnis. Memiliki dan melakukan sejumlah transaksi. Baik jual-beli maupun utang-piutang. Uang yang digunakan adalah yang disepakati bersama sesama komponen pasar. Maka ia harus membayar rekening-rekening dan tagihannya dengan dolar. Sehingga segala kegiatan hidupnya sangat tergantung dengan satuan dolar. Satuan uang rupiah yang dimilikinya pun terpaksa harus disesuaikan dengan satuan dolar. Tidak heran jika nilai uang sendiri naik turun tergantung kebutuhan akan mata uang yang mendunia itu.

Sebagai penjual minyak (penentu harga minyak dalam negeri) ia tidak mau rugi. Sebab mana ada seorang saudagar di pasar yang dalam pekerjaannya selalu ingin rugi. Untuk menjalankan roda rumah tangganya salah satunya berasal dari duit minyak. Bagaimana agar apa yang telah di rancang dalam anggarannya bisa terpenuhi dan tidak defisit. Karena itu negara menjual minyak dengan harga seperti harga pasar. Meskipun dijual kepada rakyat yang merupakan anggota yang akan disejahterakan melalui berdirinya organisasi negara ini.

Seorang saudagar yang berhasil adalah saudagar yang mampu bersaing di pasar. Saudagar berhasil adalah saudagar yang tangguh. Ketangguhan itu dibuktikan dengan kemampuannya. Memiliki sifat ulet, mau bekerja keras, tahan banting, kreatif pandai melihat peluang adalah sifat-sifat yang dituntut.

Jalan yang harus ditempuh tidak gampang. Tidak pula tersedia fasilitas yang serbaenak. Belum lagi harus bersaing dengan saudagar lainnya merupakan tantangan yang harus mampu dijawab. Dengan begitu saudagar dimaksud tidak mudah goyah. Tidak gampang diombang-ambingkan pasar yang sangat mudah berubah.

Namun ternyata negara ini tidak demikian. Negara ini bisa dikatakan menjadi telah menjadi saudagar setengah hati. Dia tidak siap untuk bermain bisnis dengan baik. Ia ingin meraih hasil banyak sebagai saudagar, tetapi tidak bisa menjadi saudagar ulung yang berhasil. Ingin meraih keuntungan sebagaimana saudagar yang sukses di pasar. Bersamaan itu tidak berbuat sebagai saudagar tangguh.

Negara justru ingin memanfaatkan fasilitas yang enak dan mudah. Hal itu didukung oleh kenyataan bahwa mereka memegang kendali kekuasaan untuk memaksa pihak lain yang dianggap merugikan. Ia dengan kekuasaannya bahkan bisa melakukan monopoli pengelolaan sejumlah aset. Dengan dalih digunakan untuk kepentingan sebagian besar rakyat. Namun itu pun tidak dikelola untuk kepentingan yang semestinya.

Reorientasi akibat

Memosisikan diri ditengah-tengah pasar akan berakibat terjadinya perubahan pada negara. Pertama, ia menempati peran yang sebenarnya menjadi miliki pihak lain. Posisi ini akan menyeret dirinya menjadi lembaga bisnis. Melibatkan diri dalam persaingan harus tahu betul risikonya. Bila tidak menang maka risiko lain adalah tersingkir.

Kedua, karena perubahan itu maka kedaulatannya sebagai negara bangsa menjadi merosot (Mas’oed,2004). Terjadilah pergeseran makna dari sebuah negara. Negara tidak lagi efektif sebagai penjaga ketertiban dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Ketiga, negara bisa kehilangan eksistensinya dan orientasinya. Ia hanya nebeng apa yang sudah dijalankan dan menjadi peran pihak lain yakni lembaga bisnis di pasar. Keberadaannya yang semula lebih tinggi dari sekadar itu semua, kini tidak dimiliki lagi. Misi yang diembannya bisa terbawa pada kepentingan yang partisan dan tidak universal lagi.

Patut dipikirkan untuk melakukan reorientasi negara. Institusi ini harus segera memperbaiki posisinya. Negara seharusnya memiliki peran yang spesifik dan unik. Belum dijalankan dan berbeda dengan yang dimainkan organisasi-organisasi lainnya. Itulah yang menjadi pembeda negara dengan yang lainnya. Idealnya ia menjadi penjaga dan menjadi wasit yang adil bagi para penghuni negara. Termasuk rakyat yang menjadi saudagar lebih-lebih pembeli. Di negara yang sudah maju, negara eksis karena mengurusi apa yang bukan menjadi urusan organisasi lain atau yang tidak boleh diurusi pihak lain.

Di tengah-tengah arus globalisasi tidak ada yang bisa hidup menyendiri. Tetapi negara harus pintar menyiasati agar keberadaannya memang dibutuhkan oleh rakyatnya untuk hidup yang lebih baik. Bukan menambah beban pada rakyat dengan BBM dan nilai tukar rupiah dan mengeluh pada saat mereka tidak mampu berkiprah karena himpitan arus deras globalisasi. ***

Penulis, seorang  dosen, alumni Pascasarjana Ilmu Politik UGM

Pernah di muat di Harian Pikiran Rakyat Bandung Selasa 11 Oktober 2005


Tinggalkan komentar

Kategori